Jumat, 25 Mei 2018

Tasawuf Akhlaki, Irfani dan Falsafi


Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat ALLAH SWT karena berkat rahmat dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tak lupa juga diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Kamil S.Ag, M.S.I selaku dosen mata kuliah Akhlak dan Tasawuf yang telah mendidik dan membimbing dalam proses pembuatan makalah ini.
 
BAB II
PEMBAHASAN
 
A.    PENGERTIAN TASAWUF AKHLAKI, IRFANI DAN FALSAFI
1.      Tasawuf Akhlaki
Kata “Tasawuf ” dalam bahasa arab berarti membersihkan atau saling membersihan. Kemudian “akhlak” juga berasal dari bahasa arab yang artinya perbuatan atau penciptaan. Konsep ajaran akhlak menurut Islam adalah menuju perbuatan amal shaleh. Jika kata Tasawuf dan akhlak disatukan, maka akan menjadi sebuah frase, yaitu tasawuf akhlaki yang bermakna membersihkan tingkah laku atau saling membersihkan tingkah laku.
Tasawuf Akhlaki adalah tasawuf yang berorientasi pada perbaikan akhlak, mencari hakikat kebenaran yang mewujudkan manusia yang dapat ma’rifah kepada Allah, dengan metode-metode tertentu yang telah dirumuskan.[1] Tasawuf Akhlaki, biasa disebut juga dengan istilah tasawuf sunni, yaitu bentuk tasawuf yang memagari dirinya dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Tasawuf Akhlaki ini dikembangkan oleh ‘ulama salaf as-Salih. Ajaran yang terdapat dalam tasawuf ini antara lain :
a.       Takhalli
Takhalli merupakan langkah pertama yang harus di lakukan oleh seorang sufi. Takhalli adalah usaha mengosongkan diri dari perilaku dan akhlak tercela. Salah satu dari akhlak tercela yang paling banyak menyebabkan akhlak jelek antara lain adalah kecintaan yang berlebihan kepada urusan duniawi.
b.      Tahalli
Tahalli adalah upaya mengisi dan menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sikap, perilaku, dan akhlak terpuji. Tahapan tahalli dilakukan kaum sufi setelah mengosongkan jiwa dari akhlak-akhlak tercela. Dengan menjalankan ketentuan agama baik yang bersifat eksternal (luar) maupun internal (dalam). Yang disebut aspek luar adalah kewajiban-kewajiban yang bersifat formal seperti sholat, puasa, haji dan lain-lain. Dan adapun yang bersifat dalam adalah seperti keimanan, ketaatan dan kecintaan kepada Tuhan. Sikap mental dan perbuatan yang baik sangat penting diisikan kedalam jiwa manusia akan dibiasakan dalam perbuatan dalam rangka pembentukan manusia paripurna, antara lain sebagai berikut:
1)      Taubat, yaitu rasa penyesalan sungguh–sungguh dalam hati yang disertai permohonan ampun serta berusaha meninggalkan perbuatan yang menimbulkan dosa.
2)      Cemas dan harap (Khauf dan Raja’), yaitu perasaan yang timbul karena banyak berbuat salah dan seringkali lalai kepada Allah.
3)      Zuhud, yaitu meninggalkan kehidupan duniawi dan melepaskan diri dari pengaruh materi.
4)      Al-Faqr, yaitu sikap yang tidak menuntut lebih banyak dari apa yang telah dipunyai dan merasa puas dengan apa yang sudah dimiliki sehingga tidak meminta sesuatu yang lain.
5)      Al-Sabru, yaitu suatu keadaan jiwa yang kokoh, stabil, dan konsekuen dalam pendirian.
6)      Ridha, yaitu menerima dengan lapang dada dan hati terbuka terhadap apa saja yang datang dari Allah.
7)      Muraqabah, yaitu seseorang menyadari bahwa dirinya tidak pernah lepas dari pengawasan Allah sehingga selalu membawanya pada sikap mawas diri atau self correction.
c.       Tajalli
Untuk pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada fase tahalli, maka rangkaian pendidikan akhlak selanjutnya adalah fase tajalli. Kata tajalli bermakna terungkapnya nur ghaib. Agar hasil yang telah diperoleh jiwa dan organ-organ tubuh yang telah terisi dengan butir-butir mutiara akhlak dan sudah terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang luhur tidak berkurang, maka rasa ketuhanan perlu dihayati lebih lanjut. Kebiasaan yang dilakukan dengan kesadaran optimum dan rasa kecintaan yang mendalam dengan sendirinya akan menumbuhkan rasa rindu kepada-Nya.
Dalam diri manusia ada potensi untuk menjadi baik dan potensi untuk menjadi buruk. Potensi untuk menjadi baik adalah al-‘Aql dan al-Qalb. Sementara potensi untuk menjadi buruk adalah an-Nafs (nafsu) yang dibantu oleh syaithan. 
 Sebagaimana digambarkan dalam al-Qur’an, surat as-Syams : 7-8 sebagai berikut yang artinya: “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”.
Tokoh sufi yang mengembangkan taswuf akhlaki antara lain:
a.       Hasan al-Basri (21 H – 110 H) ajaran tasawufnya adalah rasa takut dan pengharapan tidak akan dirundung kemuraman karena mengingat Allah SWT.
b.      Al-Muhasibi (165 H – 243 H) ajaran tasawufnya adalah ketakwaan kepada Allah SWT,melaksanakan kewajiban-kewajiban dan meneladani Rasulullah SAW.
c.       Al-Qusyairi (376 H – 465 H)ajaran tasawufnya adalah landasan tauhid yang benar berdasarkan doktrin Ahlus Sunnah.
d.      Al-Ghazali (450 H – 505 H) ajaran tasawufnya berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah Nabi Muhammad SAW,serta doktrin Ahlus Sunnah wa Al-Jama’ah (tasawuf suni).
 2.      Tasawuf Irfani
Tasawuf ‘irfani adalah tasawuf yang berusaha menyikap hakikat kebenaran atau ma’rifah diperoleh dengan tidak melalui logika atau pembelajaran atau pemikiran tetapi melalui pemberian Tuhan. Ilmu itu diperoleh karena si sufi berupaya melakukan tasfiyat al-Qalb. Dengan hati yang suci seseorang dapat berdialog secara batini dengan Tuhan sehingga pengetahuan atau ma’rifah dimasukkan Allah ke dalam hatinya, hakikat kebenaran tersingkap lewat ilham (intuisi).
Tokoh sufi yang mengembangkan tasawuf ‘irfani antara lain:
a.       Rabi’ah al-Adawiyah (96–185 H) ajaran tasawufnya adalah cinta kepada Allah SWT.
b.      Dzu An-Nun Al-Misri (180–246 H) ajaran tasawufnya adalah makrifat kepada Allah dengan jalan makrifat batin.
c.       Abu Yazid al-Bustami (200–261 H) ajaran tasawufnya adalah fana’ dan baqa’.
d.      Abu Manshur Al-Hallaj (224 H-309 H) ajaran tasawufnya adalah al-hulul dan wahdat asy-syuhud.
 3.      Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang didasarkan kepada keterpaduan teori-teori tasawuf dan falsafah.[2] Tasawuf falsafi ini tentu saja dikembangkan oleh para sufi yang filosof. Kajian tasawuf ini dilakukan secara mendalam dengan tinjauan filosofis dengan segala aspek yang terkait di dalamnya. Dalam tasawuf ini dipadukan visi mistis tasawuf dengan visi rasional tasawuf.
Menurut At-taftazani, tasawuf falsafi mulai muncul dalam khazanah islam sejak abad keenam Hijriah, meskipun para tokohnya baru dikenal seabad kemudian. Sejak saat itu, tasawuf ini terus hidup dan berkembang,terutama dikalangan para sufi yang juga filosof.Adanya pemaduan antara tasawuf dan filsafat dalam ajaran tasawuf ini, dengan sendirinya telah membuat ajaran-ajaran tasawuf ini bercampur dengan sejumlah ajaran filsafat diluar islam,seperti dari Yunani, Persia, India dan agama Nasrani. Akan tetapi, orisinalitasnya sebagai tasawuf tetap tidak hilang, meskipun mempunyai latar belakang kebudayaan dan pengetahuan yang berbeda dan beragam, seiring dengan ekspansi Islam yang telah meluas pada waktu itu. Para tokohnya tetap berusaha menjaga kemandirian ajaran aliran mereka, apabila dikaitkan dengan kedudukannya sebagai umat Islam.
Tokoh-tokoh penting yang termasuk kelompok sufi falsafi antara lain:
a.       Ibnu’ Arabi (560–638 H) ajaran tasawufnya adalah wahdat al-wujud (kesatuan wujud).
b.      Al-Jili (767–805 H) ajaran tasawufnya adalah paham insan kamil (manusia sempurna).
c.       Ibnu Sab’in (614-669 H) ajaran tasawufnya adalah paham kesatuan mutlak (wujud adalah satu alias wujud Allah semata).
 B.     PERBEDAAN TASAWUF AKHLAQI, IRFANI DAN FALSAFI
1.      Tasawuf Akhlaki
Tasawuf Akhlaki adalah ajaran akhlak dalam kehidupan sehari-hari guna memperoleh kebahagiaan yang optimal. Dengan kata lain tasawuf akhlaki adalah tasawuf yang berkonsentrasi pada teori-teori prilaku, akhlak atau budi pekerti atau perbaikan akhlak.
 2.      Tasawuf Irfani
Tasawuf Irfani adalah tasawuf yang berusaha menyingkap hakikat kebenaran atau ma’rifah diperoleh dengan tidak melalui logika atau pembelajaran atau pemikiran tetapi melalui pemberian Tuhan (mauhibah). Ilmu itu diperoleh karena si sufi berupaya melakukan tasfiyat al-Qalb. Dengan hati yang suci seseorang dapat berdialog secara batini dengan Tuhan sehingga pengetahuan atau ma’rifah dimasukkan Allah kedalam hatinya, hakikat kebenaran tersingkap lewat ilham (intuisi).
3.      Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi dalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal Tuhan (ma’rifat) dengan pendekatan rasio (filsafat) hingga menuju ketingkat yang lebih tinggi, bukan hanya mengenal Tuhan saja (ma’rifatullah) melainkan yang lebih tinggi dari itu, yaitu wahdatul wujud (kesatuan wujud).
 C.     PERSAMAAN TASAWUF AKHLAQI, IRFANI DAN FALSAFI
1.      Merupakan cabang dari ilmu tasawuf.
2.      Tasawuf diciptakan sebagai media untuk mencapai maqashid al-Syar’I (tujuan-tujuan syara’), karena bertasawuf  pada hakikatnya melakukan serangkaian ibadah.
3.      Sama-sama bertujuan beribadah (pendekatan diri) kepada Allah secara murni.
4.      Ketiga bagian tersebut secara esensial semua bermuara pada penghayatan terhadap ibadah murni (mahdhah) untuk mewujudkan akhlak-alkarimah baik secara maupun sosial.


[1] Anwar Rosihon, Akhlak Tasawuf, CV.Pustaka Setia , Bandung, 2010, hlm. 7
[2] M. Afif Anshori, Tasawuf Falsafi, Gelombang Pasang, Yogyakarta, 2004, hlm. 10

This Is The Newest Post


EmoticonEmoticon